BELAKANGAN bullying menjadi momok yang dalam lingkungan lingkungan masyarakat dan tempat pendidikan. Istilah tersebut berarti tindakan seseorang atau kelompok yang mengolok-olok, mengusili, mengejek, atau menyerang mental pihak lain. Ia bisa dilakukan secara langsung ataupun secara tidak.
Di era teknologi sekarang, bullying kerap dilakukan melalui media sosial atau mengerjai melalui dunia maya (cyberbullying). Contoh bullying yang sering kita temui adalah ketika kakak kelas melabrak adik kelas karena menilai si adik kelas bersikap tidak "sopan". Di perguruan tinggi bisa ditemui saat masa orientasi kampus (ospek) di mana senior bersikap sebagai pihak yang superior.
Ternyata bullying tidak hanya dilakukan senior kepada junior. Pendidik juga kerap mem-bully siswanya dengan melabel "simbol-simbol" negatif pada siswa-siswa tertentu yang memiliki kekurangan (baik fisik maupun mental). Misalnya pengucilan seseorang karena mengidap penyakit tertentu, ataupun karena ia merupakan golongan minoritas yang dianggap lemah.
Kita tentu masih ingat ketika dihebohkan dengan kasus perpeloncoan yang dilakukan senior terhadap junior di Institut Teknologi Negeri (ITN) Malang. Fikri, mahasiswa baru di Jurusan Planologi ITN yang berasal dariMataram, Lombok, tewas saat Orientasi Kemah Bakti Desa dan Temu Akrab. Tak hanya kekerasan fisik, para mahasiswi baru pun mengalami pelecehan seksual.
Praktik yang berulang
Kegiatan orientasi yang seharusnya menjadi ajang silahturrahmi antarasenior dan junior serta pengenalan lingkungan sekolah/kampus malah dijadikan ajang pamer kekuasaan. Dengan dalih "melatih mental", kekerasan dianggap sah. Para senior kerap menyuruh juniornya untuk melakukan hal-hal aneh, seperti mengoperkan permen dari seorang mahasiswa ke mahasiswa lainnya lewat mulut.
Jika ada kesalahan dalam melaksanakan instruksi, bentakan-bentakan kasar dilontarkan sesukanya. Hal ini tentu tak pantas dilakukan karena orientasi siswa/mahasiswa baru bukan untuk mengasari manusia.
Alasan bullying itu dilakukan karena pelaku pernah mengalami hal serupa. Kemudian praktik tersebut diwarisi sebagai pembalasan dendam pada orang lain. Mem-bully seolah memberikan kepuasan tersendiri bagi pelakunya. Tujuan sebenarnya adalah agar disegani. Padahal, pelaku justru malah dibenci karena perbuatannya. Jika pun junior menyegani senior yang mem-bully-nya, itu bukan karena alasan penghormatan melainkan ketakutan (ketertundukan mental).
Bahkan yang lebih menyedihkan, motif bullying karena merasa iri pada potensi dan bakat mahasiswa baru yang melebihi atau bahkan di atas pem-bully. Seringkali korban menerima dampak buruk akibat perlakuan tidak menyenangkan dari pelaku. Misalnya korban akan membenci dirinya sendiri, sehingga mengurung diri di kamar, merasa tertekan, dan sulit beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya, bahkan sampai nekat bunuh diri karena tak tahan.
Ada banyak cara menghindari bullying, salah satunya adalah tidak membalas perbuatan tersebut. Sebab jika kita melakukan pembalasan justru akan semakin memperburuk masalah. Namun jika kita mampu berpikir positif dan tidak mudah terhasut, bullying itu sendiri dapat menjadi alat untuk memotivasi diri dan mengembangkan potensi serta bakat yang dimiliki.
Jika hal ini bisa dilakukan maka dapat mengurangi bahkan menghilangkan dampak dari bullying. Kita bisa memperoleh kekuatan tanpa harus membalas dengan cara mem-bully orang lain.
Meningkatkan potensi diri
Potensi diri adalah kemampuan dari pribadi seseorang baik yang sudah terwujud maupun yang belum terwujud. Banyak potensi manusia belum digunakan secara maksimal. Dalam mengembangkan potensi diri, terlebih dahulu kita harus mengenali diri sendiri.
Dengannya kita dapat mudah mengetahui apa potensi yang dimiliki. Sehingga kita mengetahui tujuan hidup sejati, menghilangkan pikiran-pikiran negatif yang dilontarkan orang lain, fokus dengan bakat dan kelebihan yang kita miliki, memiliki komitmen untuk mengembangkan serta mempertahankan potensi, mau menerima kritik serta saran yang membangun, dan yakin bahwa kita bisa melakukannya.
Dari poin-poin tadi hasil yang diterima tak akan berbuah manis jika kita tidak konsisten melakukannya. Jika kita hanya melakukannya dalam jangka waktu beberapa hari saja, tentu hasilnya tak akan tercapai. Cobalah untuk konsisten dan tetap yakin dengan apa yang kita lakukan, maka hasil yang sangat memuaskan akan segera terlihat.
Potensi yang kita miliki tidak serta merta dapat begitu saja diaplikasikan. Untuk mencapai hasil yang terbaik tentulah kita harus terus mengasah potensi yang dimiliki. Seperti pisau yang diasah maka akan semakin tajam, maka seperti itulah kita terus menambah pengetahuan dan pengalaman tentang potensi yang kita miliki.
Melalui perilaku bullying yang diterima, dapat diambil kesimpulan bahwa jangan mudah jatuh dan putus asa. Segera bangkit dan berfikir positif dalam menyikapi perlakuan tidak menyenangkan. Balikkan negatif menjadi positif. Dengan begitu, bullying dapat dijadikan sebagai pemacu semangat. Sehingga kualitas diri dapat ditingkatkan. Kita pun akan meraih hidup yang lebih baik. Jangan mudah rapuh!
Firza Rizky Utami
Siswa Sekolah Demokrasi Aceh Utara (SDAU) Angkatan IV (2014)
Mahasiswa STAIN Malikussaleh Lhokseumawe (//ade)
"Bullying" sebagai Alat Motivasi Diri
Written By Info unpad on Senin, 07 April 2014 | 20.11
Label:
Inspirasi
Posting Komentar